WAHYU JAYA LAS

Selasa, 14 Desember 2010

REFORMASI BIROKRASI

REFORMASI BIROKRASI

Pendahuluan
Dalam proses reformasi sebagaimana yang terjadi pada bangsa ini sejak 12 tahun silam, bangsa yang sudah 65 tahun menderita ini dan 12 tahun sudah menyatakan reformasi, akan tetapi sudah benarkah bangsa ini sudah merdeka? Dan sudah benar mengalami reformasi sesungguhnya?
Jika kita liat realita yang ada maka negara ini seperti hanya sekedar mengikrarkan reformasi saja tanpa ada perilaku sebenarnya yang di lakukan dalam reformasi tsb. Karena para pemimpin-pemimpin bangsa ini mesih banyak yang menjajah bangsanya sendiri khususnya dalamsystem pemerintahan.
Oleh karena itu bangsa ini memerlukan reformasi birokrasi sebagaimana sesuai dengan judul makalah saya yang di atas yaitu “REFORMASI BIROKRASI” jika kita liat dari makna perkata maka makna birokrasi memiliki makna merubah maupun perubahan system pemerintahan yang di dasari keinginan seluruh unsur yang ada dan mendukungnya.
Sedangkan kata birokrasi memiliki makna merupakan instrument penting bagi masyarakat yang kehadirannya takterelakan . birokrasi sebagai konsekuensi logis bagi tugas utama negara ataupun pemerintahan, untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat ( social welfare)
Birokrasi bagi sebagian orang di maknai sebagai prosedur yang berkrlit-kelit yang memiliki aturan atuaran tersendiri dan berupaya utuk mengatur dan mengendalikan prilaku masyarakat agar lebih tertib
Jadi denga kata lain “reformasi birokrasi” adalah perubahan system dan peraturan dan prosedur dalam pemerintahan bangsa ini. Maka untuk lebih terperinci tentang makna,fungsi dan juga defenisinya akan kita bahas dalam makalah ini.
Permasalahan:

1. apakah bangsa Indonesia ini harus mengalami proses reformasi biokrasi dan apakah proses itu sudah terjadi di bangsa ini?
2. bagaimanakah cara agar bangsa ini mengalami proses reformasi biokrasi sesungguhnya dan benar?
3. mengapa reformasi biokrasi itu perlu pada bangsa ini?
4. apa yang di maksud dengan reformasi biokrasi?
Hipotesa
1. Harus, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang system birokrasinya harus benar dan sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada pada bangsa itu
2. bangsa ini harus berani mengambil langkah yang tepat dan bangsa ini juga harus berani memberantas KKN yang ada pada bangsa indonesia khususnya dalam sekor birokrasi
3. karena keadaan birokrasi pada bangsa indonesia tidak sedikit yang berlaku dengan tidak benar dan keadaan bangsa indonesia mengalami krisis birokrasi dengan sangat menyeluruh dan tidak terkordinasi oleh pemerintah yang benar.
4. Reformasi birokrasi adalah proses perubahan dari statu sitem pemerintahan yang tidak terkordinasi menjadi perubahan yang lebih baik, dan sesuai dengan peraturan-peraturan sistem birokrasi.
Pembahasan :
REFORMASI BIROKRASI
Reformasi telah menjadi suatu kata yang menggelinding dan menjadi semangat gerak langkah anak bangsa untuk membuka katub-katub kekuasaan yang selama ini tidak tersentuh. Ia telah menjadi bagian yang sangat penting dalam usaha bangsa untuk merumuskan kembali seluruh tatanan nilai dan aturan hidup bersama. Mungkin tidak ada lagi hari tanpa tuntutan reformasi yang dilakukan oleh seluruh kalangan, kelompok masyarakat, mahasiswa, pegawai kantor yang menggemakan beragam tuntutan reformasi total disegala bidang.
Reformasi dapat diterjemahkan sebagai perubahan radikal (bidang sosial, politik atau agama) disuatu masyarakat atau negara. Sedangkan reformis adalah orang yang menganjurkan adanya perbaikan (bidang politik, sosial, agama) tanpa kekerasan.
Radikal berarti secara menyeluruh, habis-habisan, perubahan yang amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan, dan sebagainya), maju dalam berfikir dan bertindak. Selain itu, radikalisme adalah faham atau aliran yang radikal dalam politik, faham yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara keras atau drastis, sikap ekstrim disuatu aliran politik.
Reformasi dapat pula diartikan sebagai suatu tindakan perbaikan dari sesuatu yang dianggap kurang atau tidak baik tanpa melakukan perusakan-perusakan pranata yang sudah ada. Pranata yang dimaksudkan disini adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya dalam berbagai kompleksitas manusia didalam masyarakat.
Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak seperti yang diharapkan yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan membentuk pemerintahan yang bersih ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN dalam birokrasi pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung malah semakin merajalela. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien, responsive dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan perubahan yang berarti dalam kinerja pemerintahan. Bahkan banyak diantara mereka akhirnya terperangkap dalam lumpur KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi dan pelayanan publik.
Kesulitan dalam memberantas KKN dalam pemerintahan dan birokrasi terjadi karena rendahnya komitmen pemerintah untuk membenahi sistem birokrasi publik. Banyak perhatian diberikan untuk mereformasi sistem dan lembaga politik, tetapi hal yang sama tidak dilakukan dalam birokrasi publik, sehingga tidak banyak menghasilkan perbaikan kinerja pelayanan publik. Dengan birokrasi yang syarat dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, bersikap dan bertindak sebagai penguasa dan tidak profesional maka perubahan apapun yang terjadi tidak akan memiliki dampak yang berarti bagi perbaikan kinerja pelayanan publik. Karenanya, adalah hal yang sangat lumrah ketika perbaikan dalam kehidupan politik yang semakin demokratis sekarang ini belum memiliki dampak yang berarti pada kinerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik.
Kinerja birokrasi pelayanan publik menjadi isu kebijakan sentral yang semakin strategis karena perbaikan kinerja birokrasi memiliki implikasi dan dampak yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik. Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan kinerja birokrasi akan bisa memperbaiki iklim investasi yang sangat diperlukan bangsa ini untuk bisa segera keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Buruknya kinerja birokrasi publik di Indonesia sering menjadi determinan yang penting dari penurunan minat investasi. Akibatnya pemerintah sangat sulit dalam menarik investasi, belum lagi ditambah dengan masalah-masalah lain seperti ketidakpastian hukum dan keamanan nasional.
Tata pemerintahan yang baik ( Good Governance ) merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi public. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dengan terminology demokrasi, masyarakat sipil,partisipasi rakyat, hak asasi manusia dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sector public. Dalam disiplin atau profesi manajemen public konsep ini dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi public. Paradigma baru ini menekankan pada peranan menejer public agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan ekonomi manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan control yang dilakukan oleh pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas public dan diciptakan pengelolaan manajerial yang bersih bebas dari korupsi.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Oleh karenanya reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh tuntutan
perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Namun banyak disadari oleh berbagai kalangan yang terlibat dalam proses reformasi atau demokratisasi tersebut, bahwa perubahan dan pengubahan tersebut tidak dengan sendirinya akan membawa perbaikan yang dikehendaki, yakni ditegakkannya demokrasi serta dihargai sepenuhnya HAM.
Hingga hari ini kita masih berada di tengah-tengah krisis yang begitu
dalam dan mengoyak seluruh lapisan masyarakat serta setiap segi
kehidupannya. Orang-orang yang berada di lapis bawah ini lah yang paling
membutuhkan demokrasi. Pemikiran dan tindakan demokratik seharusnya
diarahkan pada kebutuhan rakyat dari lapis bawah tersebut.
Dalam kehidupan politik, perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik akan memiliki implikasi luas, terutama dalam memperbaiki tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya kinerja birokrasi selama ini menjadi salah satu faktor penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Protes, demonstrasi dan bahkan pendudukan kantor-kantor pemerintahan oleh masyarakat yang sering terjadi diberbagai daerah menjadi indikator dari besarnya ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahnya. Perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik diharapkan akan mampu mengembalikan image pemerintah dimata masyarakat karena dengan kwalitas pelayanan publik yang semakin baik, kepuasan dan kepercayaan masyarakat bisa dibangun kembali. Kalau ini dilakukan maka pemerintah akan memperoleh kembali legitimasi dimata publik.
Indahnya lantunan reformasi dengan segudang syair-syairnya hanya menjadi sebuah nyanyian pengantar tidur, padahal semangat utamanya adalah ingin mengadakan perubahan besar-besaran dalam berbagai sendi – sendi kehidupan agar mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang bersih dan berwibawa, bangsa yang mampu hidup bukan dengan mengandalkan utang-utang luar negeri yang semakin mencekik. Namun harapan ini menjadi sebuah mimpi ketika reformasi tidak mampu menciptakan iklim yang kondusif dengan memupuk aparatur-aparatur birokrasi baik eksekutif maupun legislatif yang bermental buruk, yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongan sehingga bukan perubahan menuju perbaikan justru perubahan yang menuju kehancuran. Seharusnya mereka lebih mengarusutamakan dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh pendekatan dan kepentingan yang berpihak kepada masyarakat demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera. Karena pembangunan kesejahteraan masyarakat adalah faktor pertama dan utama yang harus diwujudkan oleh sebuah bangsa yang beradab.
Strategi pembangunan nasional yang masih saja bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, industri padat modal, sistim konglomerasi dan utang luar negeri adalah beberapa indikasi adanya hegemoni neoliberalisme pada tataran pemerintah pusat. Selain itu sejak jaman Orde Baru sampai sekarang komitmen pemerintah terhadap wawasan kesejahteraan masyarakat belum banyak mengalami kemajuan yang berarti. Pemerintah lebih senang menanam jagung yang memberi hasil dalam jangka pendek daripada menanam pohon jati yang memberi hasil jangka panjang. Pada tataran Otonomi Daerah, lebih sering diartikan hanya sebagai pengalihan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pembangunan ekonomi saja. Akibatnya desentralisasi seakan-akan hanyalah proses perlombaan peningkatan PAD ( Pendapatan Asli Daerah ) tanpa memperhatikan Permasalahan Asli Daerah, padahal pemerintah pusat mempunyai kewajiban untuk memperhatikan keadaan dan perkembangan daerah sebagai ujung tombak pelaksanaan kekuasan pemerintahan.
2. MM Dan GG Sebagai Paradigma Dan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Dan Pembangunan Bangsa


Dalam pemikiran mengenai “penyelenggaraan negara” (secara demokratis dan berdasarkan hukum) seiring dengan gerakan reformasi nasional menuju Indonesia Baru di masa depan, teridentifikasi konsep MM dan GG yang telah berkembang sebagai alternatif pendekatan dalam pengkajian dan pengembangan sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa.

Pada tahap perkembangannya dewasa ini, uraian mengenai MM pada umumnya masih terbatas pada nilai-nilai dasar dan konsep-konsep pokok dalam rangka penyelenggaraan negara untuk lebih menyeimbangkan posisi dan peran pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan, belum secara utuh terjalin sebagai kerangka pemikiran yang terarah pada pengembangan sistem peradaban dan perwujudan cita-cita dan tujuan bangsa bernegara sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Demikian pula pengembangan GG, masih sangat memerlukan komitmen politik yang kuat dan kompetensi tinggi untuk membumikannya, serta menginstitusionalisasikannya secara efektip dalam SANKRI pada umumnya, dan dalam manajemen pemerintahan pada khususnya.

Adapun nilai-nilai dan prinsip dasar yang menandai MM, antara lain adalah “ketuhanan, kemerdekaan, etika, hak asasi dan martabat manusia, supremasi hukum, kebangsaan, demokrasi, sistem checks and balances, kemajemukan, perbedaan pendapat, kebersamaan, persatuan dan kesatuan, kemitraan, kesejahteraan bersama, dan keadilan”. Sedangkan nilai dan prinsip dasar yang menandai GG secara universal antara lain adalah “kepastian hukum, transparansi, partisipasi, profesionalitas, dan pertanggung jawaban (akuntabilitas)”; yang dalam konteks nasional perlu ditambahkan dengan nilai dan prinsip “daya guna, hasil guna, bersih (clean government), desentralisasi, kebijakan yang serasi dan tepat, serta daya saing”.

Secara konseptual MM dan GG merupakan paradigma dan sistem peradaban yang luhur dalam penyelenggaraan negara, dan untuk mewujudkannya sebagai sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan bangsa, diperlukan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap unsur penyelenggara negara, baik warga negara maupun aparatur pemerintahan negara, atau oleh keseluruhan pilar pendukung MM dan GG yaitu “masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha”. Persyaratan tersebut pada essensinya adalah konsensus, kompetensi, komitmen dan konsistensi dalam mewujudkan dan memelihara nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan individu dan kehidupan bersama, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan. Artinya, MM dan GG dapat menduduki posisi dan peran yang aktual dan efektif sebagai paradigma dan sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, apabila ada kesepakatan nasional untuk mengekspresikan nilai dan prinsip yang menjadi ciri dasar keduanya dalam keseluruhan dimensi dan aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan berkembang komitmen, kompetensi, dan konsistensi untuk pengamalannya oleh warga negara dan aparatur negara, dalam upaya atau perjuangan mewujudkan harapan dan cita-cita bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana diamanatkan para founding fathers negara bangsa ini dalam Pembukaan UUD 1945.

Dalam kajian penginstitusionalisasian paradigma MM dan GG tersebut khususnya dalam Manajemen Pemerintahan RI perlu dipertanyakan validitas keduanya dengan nilai dan prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam Konstitusi Negara sebagai landasan SANKRI kita. Sebagai wahana perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan suatu bangsa dalam bernegara, pengembangan setiap sistem administrasi negara didasarkan pada konstitusi negara bangsa bersangkutan. Demikian pula Indonesia. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) didasarkan pada dan merupakan penjabaran dari UUD 1945. Pada Pembukaan UUD 1945 terdapat ungkapan yang mendeklarasikan “the Spiritual Dimensions of the Indonesian Public Administration” yang sangat mendasar. Makna spiritual dalam konteks Indonesia ini mengandung makna “psiko religius dan kultural” yang kental dengan dimensi ketuhanan dan pengakuan bangsa Indonesia akan keberadaan dan peran Allah Yang Maha Kuasa dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan luhur bangsa dan negara, yang sepenuhnya merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan yang fitri atau murni dan universal. Pembukaan UUD 1945 menegaskan dimensi spiritual dari sistem administrasi negara kita, berupa pernyataan keimanan dan pengakuaan kemaha kekuasaan Allah SWT dalam perjuangan bangsa (pada alinea tiga); serta cita-cita dan tujuan bernegara, dan sistem pemerintahan negara (alinea empat). Pada hemat saya, dimensi-dimensi spiritual SANKRI tersebut sepenuhnya merefleksikan komitmen terhadap nilai dan prinsip MM dan GG.

e. Kesimpulan
refor masi adalah suatu perubahan yang bersistem dan terancang dengan benar dan memiliki tujuan – tujuan yang mendasar untuk suatu Negara, sedangkan
Birokrasi adalah suatu susunan pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan bangsa dan Negara yang berupa susunan institusi yang ada dalam Negara.
Jadi reformasi birokrasi adalah perubahan yang bersistem dan terrancang dalam suatu system susunan pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan bangsa dan Negara
Pemerintah Indonesia sudah sering mengadakan reformasi birokrasi, akantetapi selalu tandas karena perilaku reformasi yang sesungguh nya tidak pernah terjadi dalam bangsa ini, itu semua karena tidak pernah adanya keseriusan kinerja dari pemerintahan kita ini dan juga unsure yang ada dalam Negara ini untuk mereformasi system birokrasi Indonesia . sehingga pemerintah tetap saja merasakan kesulitan pemberantasan KKN,karena birokrasi sangat berkaitan erat dengan prilaku KKN ( Korupsi, kolisi, dan Nepotisme )
Ada cara yang dapat di lakukan pemerintah untuk bias mereformasi system birokrasi bangsa Indonesia yang sudah 65 tahun merdeka dan 12 tahun mencetuskan Reformasi, pemerintah harus lebih dahulu mereformasi dari yang tertinggi dalam system birokrasi tersebut, karena jika keadan pemimpin baik maka semua yang tergabung dalam kepemmpinan nya akan mencontoh system yang baik itu pula, sehingga terjadi system birokrasi yang jauh dari prilaku KKN.

f. Daftar Pustaka :
1. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia : Prof.Dr. Agus Dwiyanto, dkk
2. Birokrasi dan Politik di Indonesia : Prof.DR.Miftah Thoha, MPA
3. Reformasi Pelayanan Publik, Prof.Dr. Agus Dwiyanto
4. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik : Edi Suharto, Ph.D

REFORMASI SEKTOR HUKUM

a. Pendahuluan
Mungkin kata reformasi sudah tidak lagi asing bagi kita, khusus nya kalangan intelektual seperti mahasiswa, akantetapi sudah bisakah kita memaknai reformasi itu sendiri. Karena tidak sedikit dari kita yang selalu menyuarakan Reformasi, akan tetapi kita tidak pernah memahami makna reformasi itu sendiri.
Reformasi bukan hanya sekedar pemberontakan untuk kebebasan, yang bertujuan menjatuhkan kekuasaan penguasa pada masa itu, akan tetapi reformasi lebih benar diartikan sebagai perubahan sistem kepemimpinan dari kekuasaan yang mengekang, menjadi kekuasaan yang bermartabat dengan memberi kebebasan yang terkontrol oleh pemerintah untuk masyarakat, dan warga negara nya.
Begitu juga dengan hukum hukum bukan hanya sekedar ancaman,pemberi sanksi,dan hanya sekedar lembaga yang mempasilitasi para pelaku kejahatan. Akan tetapai hukum lebih di artikan sebagai kaidah-kaidah, aturan aturan yang berfungsi mentertibkan,mengamankan,dan menjamin setiap warga negara nya.
Dengan di buatnya makalah ini yang berjudul “ REFORMASI SEKTOR HUKUM “ hanya sekedar bertujuan untuk menambahkan pengetahuan, wawasan,serta pemahaman kita tentang keadan hukum bangsa kita ini yaitu bangsa Indinesia. Yang hingga saat ini belum mengalami secara benar makna reformasi yang terjadi pada tahun 1998 tepatnya 12 tahun silam.
Jadi jika kita satukan kedua kata di atas antara kata Reformasi dengan Hukum dan ditambah penghubungnya dengan kata sektor . maka makna Reformasi sektor Hukum adalah perubahan dari segala hal yang buruk menjadi lebihbaik ataupun kebebasan yang terarah dalam bidang-bidan kaidah,aturan yang di jalan kan dalam suatu bangsa sehingga terciptanya ketertiban,kanyamanan dan penjaminan oleh setiap warga negara.
Maka di dalam makalah inilah kita akan membahas tentang permasalahan hukum kita ini dalam segi repormasi dan faktor yang mempengaruhinya, serta peran dan penguasaan negara dalam mengawasi sistem hukum bangsa Indonesia ini yang hingga saat ini semangkin mengalami kehancuran dalam sisitem sistem hukum nya serta dalam pelaksanaan peradilan nya. Mulai dari aparat pegak hukum nya hingga dalam pelaksanaan nya.
Coba kita lihat saat ini bangsa ini di hadapkan oleh polemik-polemik yang tak kunjung habis nya, mereka seolah bagaikan aktor-aktor pemeran filim laga yang selalu bertengkar di hadapan rakyat ini, akan tetapi mereka berubah peran jika berada di belakang rakyat, mereka berperan menjadi keluarga yang harmonis dan saling mendukung atas semua kebusukan yang mereka lakukan untuk negara ini.
Karena itu sudara-saudara ku kaum intelektual yang terdidik, marilah kita sama sama berpegangan dalam satu tujuan yaitu Memperbaiki sistem hukum Indonesia yang memihak pada kekayaan dan jabatan sehinggaga Hukum indonesia menjadi hukum yang bersih dantidak memihak oleh siapapun


b. Permasalahan
1. mengapa bangsa ini selalu sulit menjalani prilaku reformasi yang sesengguh nya?
2. apa yang di maksut dengan repormasi sektor hukum?
3. jika kita lihat pada keadaan saat ini banyak orang yang tidak bisa mendapat keadilan karena proses hukum yang ada tidak memandang kebenaran tetapi lebih berorientasi pada masalah materi dan jabatan, banyak orang miskin yang mencuri demi menghidupi keluaga nya, akan tetapi mereka lebih mendapatkan hukuman yang lebih berat dari pada para petinggi negara yang korupsi untuk memperkaya dirinya, mereka malah mendapatkan penjara sepesial dan bebas keluar kemana saja yang penting ada uang.
Menurut anda apa yang harus dilakuan oleh negara karena prilahukum yang seperti ini dan sanksi apa yang pantas di berikan untuk para oknum yang terlibat?
c. Hipotesa
1. karena bangsa ini selalu mementingkan sifat individualisme daripada rasa nasionalisme, sehingga apapun yang dilakukuan nya selalu berfikiran apa yang aku dapatkan bukan berfikiaran apa yang bisa aku berikan untuk bangsa dan negaraku, oleh karena itulah bangsa indonesia tidak pernah bisa memaknai kata reformasi itu yang sesungguh nya sebelum bangsa ini bisa mengubah sifat individualismenya itu.
2.bila kita lihat dari perkatanya maka kata reformasi sektorhukum iti ialah Reformasi memiliki makna perubahan atau mengubah suatu sistem yang bersifat memaksa dan otoriter menjadi suatu sistem yang bebas akntetapi terkontrol oleh pemerintah dan menjamin kesejahteraan jika di maknai dengan benar. Sedangkan kata sektor hukum memiliki makna sektor memiliki makna yang berartu khusus/khas, hukum adalah suatu kaidah-kaidah, aturan, perundanngan yang berpunsi menertibkan, mengatur dan menjamin setiap warga negara nya. Jadi jika dua kalimat ini di gabungjan menjadi “Reformasi sektor hukum adalah
3. Tindakan yang paling tepat untuk mengatasi para koruptor hanya dengan hukuman “MATI” yang dilaksanakan di depan hal layak umum khususnya seluruh para petinggi ngara harus menyaksikan proses hukuman itu sehingga ada efek sikis nya pada petinggi negara, dan juga mereka harus di miskinkan seluruh harta mereka di sita oleh negara walaupun itu tidak dari hasil korupsi, karena mereka telah merugikan negara maka negara harus merugikan mereka juga dengan cara menyita seluruh hartanya.
Begitu juga dengan para oknum yang terlibat di dalam penjara karena prilaku mereka juga tergolong prilaku suap-menyuap dan itu juga merugikan negara, maka mereka harus mendapatkan hukuman seperti yang didapatkan oleh para koruptor itu juga.

d. Pembahasan
Berbagai kritik banyak diarahkan pada sistem hukum Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Sebagian dari kritik-kritik tersebutberkaitan dengan kualitas hukum, baik ketidak jelasan berbagai produk hukum yang berkaitan dengan proses drafting dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik semacam ini sering
kali terdengar dari komunitas internasional, khususnya pihak asing yang melakukan aktifitas komersial dengan pihak Indonesia, termasuk investor dan kreditor. Namun, kritik yang lebih sering dilontarkan adalah kritik yang berkaitan dengan penegakkan hukum di Indonesia. Ada pandangan dalam masyarakat bahwa hukum dapat dibeli dan oleh karena itu, aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil. Persepsi semacam ini tidak terbatas hanya di kalangan orang-orang asing. Berbagai bukti menunjukkan bahwa kebanyakan orang Indonesia juga memiliki pandangan yang sama dan mereka menginginkan terjadinya perubahan. Reformasi institusional merupakan hal yang sulit dilakukan. Mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dan pihak terkait dalam bidang reformasi hukum, perlu mengambil langkah yang berkelanjutan dan pasti dalam jangka panjang, atau setidaknya selama
durasi masa kepresidenan yang baru. Namun, tantangan tersebut harus dilakukan. Kualitas dari sektor hukum mempengaruhi kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia, efektifitas kebijakan pemerintah, serta kesehatan ekonomi.


Reformasi Hukum Hingga Saat Ini.

Reformasi sektor hukum telah dicoba sebelumnya. Pada masa kepresidenan Habibie dan Gus Dur, berbagai langkah mengesankan dari pihak legislatif dan eksekutif telah diambil sehubungan dengan persepsi akan lemahnya sektor hukum. Undang-undang korupsi yang
baru telah diberlakukan dan komisi anti korupsi telah diberi mandat untuk menjalankan fungsinya. Sebuah tim investigasi gabungan dibentuk berdasarkan keputusan presiden (Keppres), yang diberi tugas untuk menyelidiki berbagai tuduhan korupsi daalam badan
peradilan. Hanya saja, sampai saat ini, tuduhan semacam itu masih diabaikan oleh pihak aparat, sehingga hal tersebut terlepas dari jerat hukum. Kantor Ombudsman dibentuk dan Komite Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara juga telah dibentuk. Komisi Hukum Nasional
juga dibentuk dan diberi mandat untuk memberikan rekomendasi reformasi bidang hukum termasuk reformasi badan-badan peradilan. Pengadilan Niaga dibentuk untuk mencoba dan membangun kapasitas Indonesia Policy Briefs - Ideas for the Future ajudikasi yang kompeten selama krisis dunia usaha dan perbankan yang menimpa Indonesia di akhir decade 1990an. Kemudian, Jaksa Agung membuat kajian yang pertama kali mengenai institusi sektor
hukum yang dipimpinnya.

Berbagai Reformasi Tidak BerdampakSignifikan Berbagai inisiatif tersebut, terkecuali satu perngecualian, tidak berdampak seperti yang diharapkan. Masing-masing inisiatif jadi menyimpang dari tujuan dan tidak memenuhai aspirasi dari mereka yang benar-benar ingin melihat perubahan dalam berbagai insitusi hukum di Indonesia. Alasan mendasar dari berbagai kekecewaan tersebut adalah pada kurangnya niat politik. Pejabat publik yang lamban dan tidak lengkap dalam memenuhi persyaratan oleh KPKPN untuk melaporkan kekayaan, lemahnya tindak lanjut oleh KPKPN, dan bahkan tanggapan yang lemah dari kepemimpinan hukum dan politik Indonesia terhadap hal tersebut, menunjukkan tidak
memadainya kepemimpinan politik dalam mengejar reformasi sektor hukum di Indonesia. Secercah Titik Terang reformasi

Mahkamah Agung
Titik terang di tengah kegagalan kepemimpinan politik tersebut adalah adanya reformasi Mahkamah Agung. Rencana besar atau yang biasa disebut dengan cetak biru dalam reformasi badan peradilan menunjukkan bahwa kepemimpinan yang terpadu dapat membawa perubahan. Kalangan pengamat sektor hukum Indonesia sekarang dapat melihat bahwa badan peradilan dapat menjadi secercah sinar harapan. Hal ini menunjukkan bagaimana suatu institusi yang dipersiapkan dengan dialog konstruktif bersama berbagai pihak terkait, dapat dengan cepat mencapai berbagai aspek yang sebelumnya tidak terdapat.
Tantangan utamanya Adalah Pada Institusi Penegakkan Hukum Untuk Mendapatkan
Kepercayaan Dari Masyarakat Pelajaran utama dari tujuh tahun terakhir adalah bahwa reformasi sektor hukum memerlukan kepemimpinan yang kuat dan jelas, baik pada tingkat pemerintahan maupun pada tingkat institusional. Pemerintah perlu mengirimkan sinyal yang jelas bahwa terdapat komitmen bagi terciptanya institusi penegakkan hukum yang dapat dipercaya oleh masyarakat Indonesia, dan juga oleh siapa saja yang berniat untuk melakukan bisnis dengan atau di Indonesia. Tantangan utama dalam mendapatkan kepercayaan meliputi (i) penanganan korupsi dan penyalah gunaan wewenang dalam berbagai institusi, dan (ii) meningkatkan kompetensi aparat penegak hukum. Berikut merupakan langkah-langkah program 100 hari yang diharapkan mampu meberikan awal yang baik bagi perjalanan panjang reformasi.


Sebelas Langkah Bagi 100 Hari Pertama

1. Presiden beserta tim reformasi hukum harus mampu menjelaskan visi dari reformasi hukum Indonesia dimana institusi-institusi kenegaraan mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat Indonesia dan juga siapapun yang berniat untuk melakukan kegiatan bisnis dengan dan di Indonesia. Hal tersebut dapat dicetuskan dalam suatu rancangan dimana berbagai kegiatan dapat selalu dipantau.
2. Tiap-tiap insitusi sektor hukum harus mempersiapkan rencana kegiatan bagi persiapan strategi reformasi dalam 45 hari. Strategy reformasi tersebut harus meliputi (a) suatu mekanisme partisipasi berbagai pihak terkait beserta proses pemantauan, dan (b) rencana kegiatan untuk penghapusan korupsi dan peningkatan kompetensi dari para aparat, disertai dengan jangka waktu yang jelas. Strategi yang dipersiapkan oleh institusi

Reformasi Sektor Hukum
1. Kemiskinan
2. Menciptakan Lapangan Kerja
3. Iklim Penanaman Modal
4. Memulihkan Daya Saing
5. Infrastruktur
6. Korupsi
7. Reformasi Sektor Hukum
8. Desentralisasi
9. Sektor Keuangan
10. Kredit Untuk Penduduk Miskin
11. Pendidikan
12. Kesehatan
13. Pangan Untuk Indonesia
14. Mengelola Lingkungan Hidup
15. Kehutanan
16. Pengembangan UKM
17. Pertambangan
18. Reformasi di Bidang Kepegawaian
Negeri
Indonesia policy Briefs | Ide-Ide Program 100 Hari DAFTAR ISI penegakan hukum utama, dilengkapi dengan keberadaan payung hukum yang jelas, mewakili starting point bagi apa yang sudah dipersyaratkan. Namun, model praktek terbaik dari strategi tersebut adalah cetak biru dari Mahkamah Agung.
3. Presiden harus meminta Menteri Keuangan untuk dalam 100 hari membuat kajian strategis bagi seluruh proses penetapan pendanaan institusi dalam bidang hukum, serta untuk melakukan audit terhadap institusi semacam tersebut. Strategi tersebut harus
ditetapkan dalam suatu proses perencanaan, berikut proses konsultasi dengan pihak terkait.
4. Presiden harus meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendedikasikan diri bagi upaya penyelidikan secara penuh terhadap berbagai dugaan korupsi di Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Direktorat Jendral Pajak, Direktorat Jenderal Bea & Cukai, dan pelaksanaan proses peradilan.
5. President harus segera menunjuk komite seleksi untuk memilih anggota komisi hukum, komisi kepolisian, dan komisi kantor kejaksaan agung.
6. Presiden harus meminta Ombudsman untuk memberikan laporan dalam 60 hari tentang berbagai tindakan yang harus diambil untuk meningkatkan efektifitas lembaga tersebut.
Laporan tersebut harus meliputi analisis hal-hal yang kemungkinan akan muncul di kemudian hari.
7. Presiden harus mengumumkan bahwa prioritas legislatif bagi pemerintah adalah pemberlakuan undang-undang perlindungan saksi. Presiden harus menginstruksikan Menteri Kehakiman untuk mempersiapkan pertanggungjawaban bagi pengesahan
hukum oleh DPR atas nama pemerintah.
8. Presiden harus mengumumkan secara publik mandat yang diberikan kepada Komisi Hukum Nasional. Presiden harus mempersyaratkan agar masing-masing anggota komisi untuk bekerja secara penuh. Presiden harus menginstruksikan Komisi agar melapor kepada presiden dalam 60 hari tentang pengajuan langkah-langkah bagi peningkatan efektifitas komisi tersebut. Laporan tersebut harus sesuai dengan pengetahuan kabinet.
9. Presiden harus menginstruksikan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara agar melakukan peninjauan dalam waktu 180 hari tentang kelaikan hukum dan peraturan-peraturan nasional yang berkaitan dengan prosedur pemerintahan. Hal ini dilakukan
untuk menetapkan standar nasional bagi: penerbitan peraturanperaturan nasional, penerbitan ijin, partisipasi masyarakat dan pihak terkait dalam proses regulasi (termasuk hak dengar pendapat), prosedur penanganan keluhan, dan prosedur penanganan banding terhadap keputusan administratif.
10. Menteri Kehakiman harus meminta berbagai asosiasi hukum dalam 45 hari untuk melaporkan status perkembangan dalam proses pembentukan satu kesatuan asosiasi, serta kewenangan dalam pemberian ijin dan prosedur disiplin bagi para pengacara. Pemerintah harus memberitahukan badan-badan tersebut bahwa kegagalan dalam memenuhi ketentuan tersebut akan mengakibatkan pemerintah mengambil langkah-langkah sebagimana ditetapkan.
11. Pemerintah harus mengumumkan dalam 60 hari bahwa lembaran negara akan dipublikasikan secara berkala, meliputi seluruh peraturan nasional dan keputusan-keputusan tingkat nasional akan dipublikasikan. Efektifitas seluruh peraturan baru dan berbagai keputusan harus terkait publikasi tersebut.



e. Kesimpulan
Menurut makalah di atas reformasi hukum di Indonesia di bahas dalam 3 maslah yaitu
1. masalah pelaksanaan hokum
2. Masalah pencabutan Undang-undang yang tidak demokratis
3. Masalah impunity yang dalam kaitan nya dengan amandemen kedua UUD 1945 pasal 28 I ayat (1)
Jika bangsaini sudah mampu memperbaiki tiga masalah yang ada di atas, maka bangsa ini sudah mampu memaknai arti reformasi yang sesungguh nya. Akan tetapi bangsa ini belum mampu memaknai 3 permasalahan tersebut dengan benar.
Ada beberapa factor penyebab tiga masalah yang di atas tidak pernah teratasi oleh bangsa Indonesia .
1. Masyarakat, khusus nya kaum intelektual sudah jauh dari rasa ke nasionallismean pada bangsa ini.
2. ada nya kepentingan-kepentingan individi/golongan dalam proses penegakan Hukum
3. Adanya intimidasi dari luar, yang bertujuan agar proses hokum di Indonesia mempermudah mereka untuk menguasai bangsa dan kekayaan Indonesia, khusus nya dalam sector SDA.
Adapun langkah-langkah yang bisa di lakukan
1. Pemerintah harus membersihkan lembaga-lembaga Hukum, khususnya Mahkamah Agung. Karena rencana besar dalam reformasi bukan peradilan menunjukan bahwa kepemimpinan yang terpadu dapat membawa perubahan.
2. Panitia harus membentuk tim reformasi di setiap bidang/institusi yang berkaitan dengan pemerintah, dan setiap institusi harus membuat rancangan kegiatan dan juga pelaksanaan nya dalam lembaga nya.
3. Setelah dalam waktu yang di tetapka, presiden harus meminta pertanggung jawaban dan juga laporan dari setiap institusi Negara. Dan apabila adanya laporan yang tidak sesuai dan menjurus pada laporan yang piktif maka presiden harus menindak tegas kepada pimpinan institusi. Ataupun di berhentikan dengan tidak hormat.
4. seluruh elemen masyarakat harus ikut mengawasi segala prosesnya sehingga dapat menjadi social control.