WAHYU JAYA LAS

Senin, 20 Juni 2011

“PETUAH TAK BERTUAN”


Jangan!!!
Seruan petuah yang lantang dalam setiap Lakon yang tak baik,…!!!
tapi apakah mungkin petuah itu tidak ber-Syarat?, ataukah hanya sekedar petuah yang tak bertuan?
Lalu jika memang petuah itu tak bertuan, siapa yangharus di PerTuan kan?lalu siapa pula yang akan peduli padanya..? Bahkan baLita pun enggan, walau hanya sekedar melirik!!! Apalagi aku, yang kini Mulai deWasa.. setidak nya aku mulai mengerti, Mana yang HiTaM, yang PuTiH, bahkan SaMar-SaMar pun aku mulai mengerti.
Tapi terkadang aku tidak bias membedakan nya… apa lagi disaat aku tertutup oleh kabut hitam yang menyinggahi Ku…

jadi jangan pernah salahkan Aku..! jika aku dalam keHitaman yang sebanarnya aku mengerti…

ahhh..Sudalah…..
toh nya sekarang aku suda masuk dalam lembah hitam….yang aku sendiri juga tidak tahu di mana dasar lembah ini, atau kah mungkin lembah ini tak memiliki dasar? Hingga aku tidak dapat lagi berdiri tegak! dan seolah aku melayang di atas Nya!!! Hanya waktu yang akan menjawab nya !!!
itupun jika aku dapat bertahan di PetualaNgan Ku yang KelaM ini…. EntahLah!!!!!!

Wahai Kau peTuah yang taK bErtUan…… siapa yang harus di persalahKan??
apa kah engkau persalahKan aku yang Sudah Sesatan INi!!!

Dan jiKa maMang aku yAng Kau perSalahKan,, Apakah kau sedah merasa suci??? Bukan kah kau petuah yang seharus nya menunjukan JalAn untuk Ku…??? dAn tidak hanya sekadar bErperaN seBagai PetuAh yang tAk bErTuan!!!

Maka,,,,, eNgkau pEtuaH yang Tak beRtuaN…!!! Jangan pernah Kau PerSalaH kan Aku!,..KareNa sesunGguh Nya Kau lah yang SALAH,..

karena Aku ini hanYa seLembar KerTas PutiH yang TiDak berNoda!!!
maka WaktU yang akAn MemulAi goreSan Tinta yang AkaN MenaRi dI AtAs Nya…

Jika TinTa iTu hiTam,!!! Maka HiTamlah SeLuruh Nya…….
DaN biLa TintA iTu pUtiH, putiH pula dia di pandang…!!!

Kini aku Masih Berharap PadaMu (petuah yang tak bertuan)……
tunjukanLah dIri Mu yang sesungguh nya……..
kArena Kaulah Penerang HIDUP KU………..



(Orang Tua adalah Petuah dalam Kehidupan Putra Putri Nya)



bY : Dani kristanto

Sabtu, 18 Juni 2011

Seorang Ibu dan CINTA-nya kepada ALLAH SWT

Seorang Ibu berhati Lembut..

di-anugerahi ALLah SWT tiga orang Putra yang di-asuh dan di-didik dengan baik.

Putra pertama adaLah seorang pejuang bagi agama-nya

dan jadi incaran musuh-musuh yang hendak Lumpuhkan 'nyaLa Jihad' -nya...

Begitu puLa dengan Putra kedua Ibu pejuang itu ,,

dirinya terbeLenggu dengan rantai dipenjara Yahudi.

Penjara Seratus Dua PuLuh Tahun tak padamkan semangat Juang pemuda itu,

siksa pedih di-penjara yang kokoh itu memang mampu membunuh raganya.

Tapi tidak dengan jiwanya !

Sedang Putra ketiga Ibu yang diRahmati ALLahtaaLa itu, masih sangat beLia..

Namun dengan tekad membaja dia menyusuL kedua Saudaranya berJihad juga.

Ketika ada orang berkata padanya

'..tetapLah tinggaL bersama Ibumu dan berbaktiLah padanya !'

Justru Ibu pemuda itu meLecut anaknya agar tak terpenjara semangat sbagai LeLaki.

Hidup tapi seakan-akan mati. Dan dengan tegas Ibu itu berkata :

'Rumah bukanLah tempat bagimu, meLainkan Medan Jihad dan Istisyhad. Disitu Kau ada'.



Dan Ibu yang Lembut hati itu kerap hantar anak-anaknya Laksana PahLawan saja.

Kepada Putra tercinta, maka diberikan minum dengan cangkir Syahadah....

kemudian berangkat menuju sarang setan yang angkuh menghadang.

Lantas Sang Ibu berpesan Lantang :

" Terus maju kedepan, jangan Lihat kebeLakang. Surga menanti kita...

ALLahtaaLa akan mempertemukan kita kembaLi daLam surga yang penuh Anugerah.

InsyaaLLah kita pasti bersua... "

Putra ketiga dari seorang Ibu berhati Lembut namun sekeras baja itu meLesat maju ,,

dengan keberanian ALi R.A, keteguhan Umar R.A, keyakinan Abu Bakar R.A

dan ketegaran Utsman R.A...., pemuda beLia itu terus berjuang .

Menyerang peLaku-peLaku dosa dari keturunan monyet dan babi . Yakni kaum Yahudi .

Dan jika pemuda itu gugur, pastiLah dirinya gugur sbagai Syahid di sisi Tuhan-Nya .



Kepada Ibu berputra tiga berhati muLia ....

Surga meRindukanmu tuk hadir disanaa ..

Indah itu, bukan bagian tuk aku merasakan


Haii dirimu yg disana...

jauhnya dari rengkuhan jauh puLa dari pandangan.

Semakin jauuh kaLa kubutuh..., sedang engkau tak rasakan ituu !

Haruskah aku berLaku serupa kau juga ?

'Pandang rendah sesuatu yg spantasnya menjadi tinggi..

dan hina-kan aku sebab tak patut jadi sanjungan-mu'



Lantaran aku bak sekepaL batu daLam genggam tanganmu,,

maka mudah kau dustai semua..

Sampai ke-ujung dunia kau meLesatkan-nya,,

tetapLah batu jua. Bahkan membatu untuk tak jadi Lunak jika tersentuh.

Oooohh...

sungguh sediih tak musti bercucuran sperti hujan, maka biarLah kuteLan.

Sungguh Letih bukan menjadi sebuah beban..,

dan aku bersedia tanggunggkan perasaan.

Tapi tidak untuk aku yg tLah kau dustakan.

Akan janjimu...,

akan impian indah masa depan bagi kita berdua..., dan kau ingkari-nya.



Mohon aku dimaafkan

karena bimbang-mu jadi ragu-ku tuk sLaLu Setia berkorban...

tak ubah 'pucuk Eru yg tak berarah tentu, adakaLa begini ada saat begitu'

Mengapa kau sperti itu ?!

Adakah angin buatmu goyah, sementara badai pun aku sudah LaLuinya ?!

Dan aku piLih tuk patahkan saja,

biarLah tak indah Lagii.. Toch indah itu bukan bagian tuk aku merasakan-nya,,

waLau tak berarti ku-mengingkarinya.

Tak juga niat membersit padaku, membaLas sakit hatiku.

Kan aku pernah berkata, dan ku-angkat menjadi Sumpah..., bahwa :

SekaLi dan seterusnya aku tetap Cinta..

Mengingat apa yg diTuLiskan oLeh Sahabatku,, untuk Aku


'EntahLah hai JuLy...

Perempuan dari kaum yang ALLah sayangi,,

kau ada pada setiap heLai rintik hujan, ada pada nada syairku..

ada pada Asa-ku, ada pada tiap bait yang aku Panjatkan.

Meski akupun tak begitu tahu akan dirimu..



Yang kutahu adaLah kau pada apa yang engkau katakan

dan pada angan kebaik-kan ku.

Aku mengagumi ketabahanmu JuLy..

aku menyukai semangatmu dan apa yang ada dibaLik ke-Angkuhanmu.

Aku mengasihi kasihsayangmu pada anak-anakmu.



Akupun menyukai kau yang menangis saat kau berpaLing dari kejujuran

dan dengan kesabaran, aku menyukaimu.

Tapi siapaLah aku ini ?,

dapat memintaL buih yang memutih menjadi Permadani ,

sperti kata yang berkiaskan indah... Namun tiada !

Juga mustahiL bagiku menggapai Bintang diLangit itu ,,

jadikan Lantaran, sbagai syarat untuk memiLikimu.

Semua itu sungguh aku tak akan mampu,

siLau aku menduga-nya tLah jatuh cinta..

bagiku, Insan spertimu seanggun Bidadari, mestinya aku Cerminkan diriku inii ;

sebeLum tirai kegamangan aku buka untuk mencintaimu, seorang JuLy..'.



(..demikian cerita perihaL sahabatku itu, Lantas aku membaLasnya puLa) :

'..saLam dariku dan dari rasa terimakasihku, atas setiap apa yang jadi kejujuranmu jua..

Smoga Sang Penggenggam Jiwa Raga,, meLapangkan stiap Langkahmu

tuk rengkuhi impian dan pengharapan akan cinta !

Dan itu ada disana, jauh dari yang terLihat ada padaku'.

Akhirnya Cinta ku berlabuh karena Alloh


Hari berlalu dan aku terus belajar sedikit demi sedikit tentang Islam dari Nina dan saudari-saudarinya, terutama dalam melaksanakan shalat lima waktu tepat pada waktunya. Saat itu aku merasakan ketenangan dan ketentraman selama menjalankannya dan menimbulkan perasaan rindu kepada Allah untuk senantiasa beribadah kepadaNya. Niatku pun muncul untuk segera menikahi Nina agar tidak terjadi fitnah, namun kondisi Nina semakin memburuk. Dia selalu mengigau memanggil saudari-saudarinya yang dicintai karena Allah ….



Melihat hal itu, aku membawanya ke kota Makassar, ke kampung mama kandung Nina untuk dipertemukannya dengan saudari-saudarinya, Qadarullah (atas kehendak Allah), aku tidak berhasil mempertemukan mereka. Yang ada, kondisi Nina semakin parah dan penyakitku juga tiba-tiba kambuh sehingga akupun harus di rawat di rumah sakit.



Orang tua Nina datang dan membawanya kembali ke kota Makassar tanpa sepegetahuanku karena saat itu aku juga di opname. Di Makassar, Nina diawasi dengan ketat oleh papanya, karena papa Nina kurang suka dengan akhwat, apalagi yang bercadar.



Rumah sakit dan rumah yang ditempati Nina dirahasiakan. Dan Nina pun tak tahu di mana dia berada. Karena kondisinya masih lemah, Nina pun tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan ia kadang dibius, apalagi ketika akan di pindahkan dari satu tempat ke tempat yang satunya agar tidak tahu di mana keberadaanya, karena papanya tidak ingin ada akwat yang menjenguk Nina. Namun karena Nina masih mempunyai HP yang dia sembunyikan dari papanya, sehingga beberapa kali Nina berusaha kabur untuk menemui saudari-saudarinya, akhirnya Nina dikurung di kamarnya.



Mendengar hal itu, aku langsung menyusul Nina ke Makassar dan aku sempat berbicara dengannya dari balik pintu. Nina menyuruhku untuk menemui seorang Uztad di sebuah masjid di kota itu. Dari pertemuanku dengan Uztad tersebut aku pun di ajak ta'lim beberapa hari dan aku menginap di sana.



Papa Nina menyangka Nina telah mengusirku sehingga ia pun dimarahi. Setibanya di rumah, aku jelaskan duduk perkaranya kepada Nina, bahwa ia tidak bersalah dan aku mengatakan agar pernikahan kami dipercepat.



Hari kamis, 24 November 2006, kami melangsungkan pernikahan dengan sangat sederhana. Acara tersebut Cuma dihadiri oleh orangtua kami beserta dua orang rekanan papa. Setelah akad nikah aku langsung mengantar uztad sekalian shalat dhuhur. Betapa senangnya hatiku, akhirnya aku bisa merasakan cinta yang tulus karena Allah. Semoga kami bisa membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah dan senantiasa dalam ketaatan kepada Allah. Itulah doaku saat itu.



Sepulang dari mengantar uztad, perasaan bahagia itu seakan buyar mendapati Nina yang baru saja menjadi istriku tergeletak di lantai, dari hidung dan mulutnya kembali berlumuran darah, dan tangannya terlihat ada goresan.



Kami langsung membawanya ke rumah sakit, di perjalanan, kondisi Nina terlihat sangat lemah. Terdengar suaranya memanggilku dan berkata agar aku harus tetap di jalan yang di ridhai-Nya sambil memegang erat tanganku karena kesakitan. Baru pertama kali ia memegang tanganku dengan tulus, air mataku tak tertahankan melihat keadaan Nina yang terus berdzikir sambil menangis, dia juga selalu menanyakan saudari-saudarinya di mana?



Setibanya di rumah sakit, aku bertanya-tanya kenapa Nina tergores. Aku pun menulis sms kepada saudari-saudari Nina. Ternyata, tangan Nina tergores ketika hendak menemui saudari-saudarinya dengan keluar dari kamar. Karena pintu kamar terkunci, Nina ingin keluar melalui jendela sehingga menyebabkan tangannya tergores.



Nina tak kunjung sadar hingga larut malam, aku pun tertidur dan tidak menyadari kalau Nina bangkit dari tempat tidurnya. Dia ingin sekali menemui saudari-saudarinya dan tidak menyadari kalau hari telah larut malam. Dia Cuma berkata, "pengin ketemu saudariku karena sudah tidak ada waktu lagi." Berhubung Nina masih lemah, dia pun jatuh pingsan setelah beberapa saat melangkah.



Aku benar-benar kaget dan bigung mau memanggil dokter tapi tidak ada yang menemani Nina. Akhirnya, aku menghubungi salah seorang saudarinya untuk menemani.



Setelah aku dan dokter tiba, Nina sudah tidak bernafas dan bergerak lagi. Pertahananku runtuh dan hancurlah harapanku melihat Nina tidak lagi berdaya.



Dokter menyuruhku keluar. Pada saat itu kukira Nina telah tiada, makanya aku segera menulis sms kepada saudari Nina untuk memberitahukan bahwa Nina telah tiada. Namun, begitu dokter kaluar, masya Allah! Denyut jantung Nina kembali berdetak dan ia dinyatakan koma. Aku hendak memberi kabar kepada saudari Nina tapi baterai hp ku habis dan tiba-tiba penyakitku pun kambuh lagi sehingga aku harus diinfus juga.



Jam 11.30 perasaanku mengatakan Nina memanggilku, maka aku segera bangkit dari tempat tidur dan melepas infus dari tanganku menuju kamar Nina. Kutatap wajah Nina bersamaan dengan kumandang adzan shalat jum'at. Sembari menjawab adzan, aku terus menatap wajah Nina berharap dia akan membuka matanya.



Begitu lafadz laailaha illallah, suara mesin pendeteksi jantung berbunyi, menandakan bahwa Nina telah tiada. Aku berteriak memanggil dokter, tapi Qadarullah istriku sayang telah pergi untuk selama-lamanya dari dunia ini. Nina langsung dimandikan dan dishalatkan selepas shalat Jum'at, lalu diterbangkan ke rumah papanya di Malaysia. Untuk terakhir kalinya kubuka kain putih yang menutupi wajahnya terlihat berseri.



Aku harus merelakan semua ini, aku harus kuat dan menerima takdirNya.



Teringat kata-kata Nina, "Berdoalah jika memang Allah memanggilku lebih awal dengan doa, "Ya Allah, berikan kesabaran dan pahala dari musibah yang menimpaku dan berilah ganti yang lebih baik."



Setelah pemakaman, aku langsung balik ke Jakarta karena kondisiku kurang stabil Astagfirullah!! Aku lupa memberitahukan saudari-saudari Nina. Mungkin karena aku terlalu larut dalam kesedihan, hingga secara spontanitas aku menghubungi mereka dan menyampaikan bahwa Nina benar-benar telah tiada. Aku tahu pasti, mereka pasti sedih dengan kepergian saudari mereka cintai karena Allah. Dari ketiga saudari Nina , ada seorang yang tidak percaya dan sepertinya dia sangat membenciku. Entah, mengapa sikapnya seperti itu?

Sekiranya mereka tahu, bahwa sebelum kepergiannya Nina selalu memanggil nama mereka, tentulah mereka semakin sedih.



Dalam hp nina terlihat banyak sms yang menunjukkan betapa indahnya ukhuwah dengan saudari-saudarinya. Semoga saudari-saudari Nina memaafkan kesalahannya dan kesalahan diriku pribadi.



"Salam sayang dari Nina tuk kakak Rini, Sakinah, dan Aisyah serta akhwat di Makassar. Teruslah berjuang menegakkan dakwah ilallah. Syukran atas perhatian kalian."



Tak lama setelah kisah ini di muat di Media Muslim Muda Elfata, radaksi Elfata menerima sms dari seorang ukhti, saudari Nina. Isi sms tersebut adalah, "Afwan, mungkin perlu Elfata sampaikan kepada pembaca mengenai kisah "Akhirnya cintaku berlabuh karena Allah" di mana kak Nina telah meninggal dan kak Adhit pun telah tiada. Kurang lebih 2 pekan (kak Adhit-red) dirawat di rumah sakit karena penyakit dari paru-parunya. Sebelum sempat di operasi, maut telah menjemputnya. Ana menyampaikan hal ini karena masih banyak yang mengirim salam, memberikan dukungan ke kak Adhit yang kubaca di Elfata dan beberapa orang yang kutemui di jalan juga selalu bertanya, kak Adhit bagaimana? Ana salah satu ukhti dalam cerita tersebut, syukran jiddan."



Sumber : Buku seindah cinta ketika berlabuh oleh fatamedia publishing

HARAPAN MAMA

MariLah sini nak, bersiLa kita hadap-hadapan..

dah emak bentang tikar pandan sejenak kau hendak sampai tadii,,

sambiL LaLu emak jerang-kan seCeret air di tungku batu

dan kayu yg membakarnya. Airpun menggeLegak dibekam Panas api yg menyaLa.

'..minumLah, di daLam tudung saji di-atas baLe itupun, dah terhidang makanan.

Jangan kau beLagak tamu yaa,,

Jangan kau Lupa masa Lampau-mu, tempat dimana kau ada dan menjadi karenanya'

Emak dahpun renta macam nii... merekam tak henti kisah kita semenjak duLu. KaLa itu.

Jadii..,

kita cakapkan-Lah maksod hati maka engkau datang kemari yaa,,

sesuai yg kau minta tuu..., Emak tak panjang Lebar nak komentar ;

dah faham-nya kau apa jawab Emak nantinya .

Usah kecewa karena keputusan ini,

tak bermakna kau jadi anak tak berbakti..

Senangmu disana senang Emak juga disini. Sedihmu disana jadi sedih puLa Emak disini..

Maka.., biar kata kita jauuh dimata tapi dihati jangan kita terpisah.

Mau tahu kau naak...?!

IniLah Emakmu spanjang hari, dari duLu ke kini, menyambi sana menyambi sini..

manapun Emak pada-padakan untuk hari-hari. Kau ingat itu !

Tengok-kan kau Lah yg tertonggok disitu ! Tak Lain cuma peLepah saja,

ituLah yg saban pagi Emak raut menjadi Lidi,

JadiLah Sapu Lidi. Yg kaLau orang butuh, datang dia kemari membeLii ..

semua cukup makan saja, andaipun Lebih..,

cukupLah tak membuat anak-anak Emak jadi susah.

Oooii naak,

tanya kau tadi akan Letih Emak..,, iba hati mendengarnya .

Biar Emak ingatkan Lagi sama kau yaa ;

Matapun tak awas, ingatan banyak meLepas, daging menyusut kuLit keriput,

tapi kiranya waktu tak Lekang-kan Cinta Emak untuk terus disini, sampaiLah ujung umur nanti.



Lega sudah Emak sampaikan ini,

biar jangan buruk sangka engkau dan berkira-kira..

kerna smua tak Lain hanya kata 'setia..' .

Pesan Emak untuk kau diPerantauan sana :

" Kemumu didaLam semak

jatuh meLayang seLarasnya

meski iLmu setinggi tegak, tidak sembahyang apa gunanya ?!

Kau ingatLah itu.